SEJARAH PASUNDANAN
Sunda
merupakan kebudayaan masyarakat yang tinggal di wilayah barat pulau Jawa.
Sebagai suatu suku, bangsa Sunda merupakan cikal-bakal berdirinya peradaban di
Nusantara, di mulai dengan berdirinya kerajaan tertua di Indonesia, yakni
Kerajaan Salakanagara dan Tarumanegara sampai ke Galuh, Pakuan Pajajaran, dan
Sumedang Larang.
Kata Sunda
artinya bagus/baik/putih/bersih/cemerlang, segala sesuatu yang mengandung unsur
kebaikan[butuh rujukan]. Orang Sunda diyakini memiliki etos/watak/karakter Kasundaan
sebagai jalan menuju keutamaan hidup. Watak/karakter Sunda yang dimaksud adalah
cageur (sehat), bageur (baik), bener (benar), singer (terampil), dan pinter
(pandai/cerdas) yang sudah ada sejak zaman Salaka Nagara tahun 150 sampai ke
Sumedang Larang Abad ke-17, telah membawa kemakmuran dan kesejahteraan lebih
dari 1000 tahun
Suku Sunda
tidak seperti kebanyakan suku yang lain; suku Sunda tidak memiliki mitos
tentang penciptaan atau catatan mitos-mitos lain yang menjelaskan asal mula
suku ini. Tidak seorang pun tahu dari mana mereka datang, juga bagaimana mereka
menetap di Jawa Barat. Agaknya pada abad-abad pertama Masehi, sekelompok kecil
suku Sunda menjelajahi hutan-hutan pegunungan dan melakukan budaya tebas bakar
untuk membuka hutan. Semua mitos paling awal mengatakan bahwa orang Sunda lebih
sebagai pekerja-pekerja di ladang daripada petani padi.
Kepercayaan
mereka membentuk fondasi dari apa yang kini disebut sebagai agama asli orang
Sunda. Meskipun tidak mungkin untuk mengetahui secara pasti seperti apa
kepercayaan tersebut, tetapi petunjuk yang terbaik ditemukan dalam puisi-puisi
epik kuno (Wawacan) dan di antara suku Badui yang terpencil. Suku Badui
menyebut agama mereka sebagai Sunda Wiwitan (orang Sunda yang paling
mula-mula). Bukan hanya suku Badui yang hampir bebas sama sekali dari
elemen-elemen Islam, tetapi suku Sunda juga memperlihatkan karakteristik Hindu
yang sedikit sekali. Beberapa kata dalam bahasa Sansekerta dan Hindu yang
berhubungan dengan mitos masih tetap ada. Dalam monografnya, Robert Wessing
mengutip beberapa sumber yang menunjukkan suku Sunda secara umum, "The Indian belief system did not totally diplace the
indigenous beliefs, even at the court
centers."
Berdasarkan
pada sistem tabu, agama suku Badui bersifat animistik. Mereka percaya bahwa
roh-roh yang menghuni batu-batu, pepohonan, sungai , dan objek tidak bernyawa
lainnya. Roh-roh tersebut melakukan hal-hal yang baik maupun jahat, tergantung
pada ketaatan seseorang kepada sistem tabu tersebut. Ribuan kepercayaan tabu
digunakan dalam setiap aspek kehidupan sehari-hari.
Karya sastra
Sunda yang tertua yang terkenal adalah Caritha Parahyangan. Karya ini ditulis
sekitar tahun 1000 dan mengagungkan raja Jawa Sanjaya sebagai prajurit besar.
Sanjaya adalah pengikut Shivaisme sehingga kita tahu bahwa iman Hindu telah
berurat dan berakar dengan kuat sebelum tahun 700. Sangat mengherankan,
kira-kira pada waktu ini, agama India kedua, Budhisme, membuat penampilan
pemunculan dalam waktu yang singkat.
Tidak lama
setelah candi-candi Shivaisme dibangun di dataran tinggi Dieng di Jawa Tengah,
monumen Borobudur yang indah sekali dibangun dekat Yogyakarta ke arah selatan.
Candi Borobudur adalah monumen Budha yang terbesar di dunia. Diperkirakan agama
Budha adalah agama resmi Kerajaan Syailendra di Jawa Tengah pada tahun 778
sampai tahun 870. Hinduisme tidak pernah digoyahkan oleh bagian daerah lain di
pulau Jawa dan tetap kuat hingga abad 13. Struktur kelas yang kaku berkembang
di dalam masyarakat. Pengaruh Sansekerta menyebar luas ke dalam bahasa masyarakat
di pulau Jawa. Gagasan tentang ketuhanan dan kedudukan sebagai raja dikaburkan
sehingga keduanya tidak dapat dipisahkan.
Di antara
orang Sunda dan juga orang Jawa, Hinduisme bercampur dengan penyembahan nenek
moyang kuno. Kebiasaan perayaan hari-hari ritual setelah kematian salah seorang
anggota keluarga masih berlangsung hingga kini. Pandangan Hindu tentang
kehidupan dan kematian mempertinggi nilai ritual-ritual seperti ini. Dengan
variasi-variasi yang tidak terbatas pada tema mengenai tubuh spiritual yang
hadir bersama-sama dengan tubuh natural, orang Indonesia telah menggabungkan
filsafat Hindu ke dalam kondisi-kondisi mereka sendiri. J. C. van Leur berteori
bahwa Hinduisme membantu mengeraskan bentuk-bentuk kultural suku Sunda.
Khususnya
kepercayaan magis dan roh memiliki nilai absolut dalam kehidupan orang Sunda.
Salah seorang pakar adat istiadat Sunda, Prawirasuganda, menyebutkan bahwa
angka tabu yang berhubungan dengan seluruh aspek penting dalam lingkaran
kehidupan perayaan-perayaan suku Sunda sama dengan yang ada dalam kehidupan
suku Badui.
0 komentar:
Posting Komentar